RELASI
GENDER DALAM AGAMA-AGAMA DAN ISU-ISU GENDER
MAKALAH
Untuk Memenuhi Syarat Pada
Mata kuliah: Relasi Gender
Dosen Pembimbing:
Siti Nadroh MA
Oleh:
Oktavia Damayanti :1113032100056
Fahad M Al
Faruq :1113032100046
Ismail
Sholeh :1113032100040
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
PEMBAHASAN
a. Perempuan dalam politik
Pembahasan perempuan dalam politik
menyangkut didalamnya pembahasan
tentang hak-hak politik perempuan.Yang dimaksud dengan hak-hak politik dalah
hak-hak yang ditetapakan dan diakui oleh UU. Hak itu biasanya didasarkan atas
status kebangsaan dan pada umumnya UU
senantiasa mensyaratkan status warga negara bagi pemilik hak. Dalam kaitannya
dengan pembahasan isu-isu gender dalam agama-agama dunia, dalam islam dibahas
juga mengenai hak politik perempuan yang dtidak terlepas dari pro kontra
mengenai hak politik perempuan.
Mengenai sejauh hak politik yang
diperoleh perempuan dalam
tata dan konsep islam, terdapat pendapat yang berbeda ragam.
Pertama pendapat yang mengatakan
bahwa islam tidak mengakui hak politik perempuan dan dalam bidang ini perempuan
tidak dapat disejajarkan dengan laki-laki. Pendapat ini menyatakan bahwa islam tidak mengakui kesetaran perempuan dan laki-laki
dalam hal kepemilikan politik. Pandangan ini secara kokoh diperkuat oleh fatwa yang dikeluarkan komisi Fatwa al-Azhar al-Syarief.
Hujat al-Islam Abu Hamid al-Ghazali pun mengatakan bahwa
kepemimpinan perempuan itu tidak sah, meskipun dia menyandang segala sifat kesempurnaan dan dapat
mengambil tindakan mandiri.Bagiamana perempuan diperbolehkan mencalonkan diri
sebagai pemimpin, sedangakn kewenangan dan kelayakan menjadi hakim dan saksi
dihampir semua struktur pemerintahan saja tidak pernah dimilikinya.Selain itu,
perempuan tidak sepenuhnya memilki kuasaatas dirinya sendiri, sampai-sampai tidak punya kuasa untuk menikah sendiri. Karna itu,
jangan diberi kuasa atas perkara lain. Sebagaimana ayat dalam Al-Quran:
ãA%y`Ìh9$#cqãBº§qs%n?tãÏä!$|¡ÏiY9$#$yJÎ/@Òsùª!$#óOßgÒ÷èt/4n?tã<Ù÷èt/!$yJÎ/ur(#qà)xÿRr&ô`ÏBöNÎgÏ9ºuqøBr&4àM»ysÎ=»¢Á9$$sùìM»tGÏZ»s%×M»sàÏÿ»ymÉ=øtóù=Ïj9$yJÎ/xáÏÿymª!$#4ÓÉL»©9$#urtbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù£`èdrãàf÷d$#urÎûÆìÅ_$ÒyJø9$#£`èdqç/ÎôÑ$#ur(÷bÎ*sùöNà6uZ÷èsÛr&xsù(#qäóö7s?£`Íkön=tã¸xÎ6y3¨bÎ)©!$#c%x.$wÎ=tã#ZÎ62ÇÌÍÈ
Artinya: “Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menapkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”
Pendapat kedua adalah adalah bahwa
perempuan layak memperoleh hak politik seperti halnya laki-laki, Ia berhak
menduduki semua jabatan politik.[1]Sebagian
sepakat asal dengan catatan bahwa tidak untuk menjadi pemegang jabatan sebagai
pemimpin negara.[2]
Pendapat ini juga didukung oleh dalil dalam Al-Qur’an surat al-Tawbah ayat 71:
tbqãZÏB÷sßJø9$#uràM»oYÏB÷sßJø9$#uröNßgàÒ÷èt/âä!$uÏ9÷rr&<Ù÷èt/4crâßDù'tÅ$rã÷èyJø9$$Î/tböqyg÷ZturÇ`tãÌs3ZßJø9$#cqßJÉ)ãurno4qn=¢Á9$#cqè?÷sãurno4qx.¨9$#cqãèÏÜãur©!$#ÿ¼ã&s!qßuur4y7Í´¯»s9'ré&ãNßgçHxq÷zyª!$#3¨bÎ)©!$#îÍtãÒOÅ3ymÇÐÊÈ
Artinya: “Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat tersebut menunjukan bahwa
perempuan dan laki-laki sejajar, keduanya memiliki peran yang sama dalam
mengatur dan mengelola urusan-urusan masyarakat, perempuan setara dengan
laki-laki, ia memiliki hak sebagai pemimpin bagi publik.
Dan Abdul Hamid Mutawali dalam
karyanya Nizham al-Hukm fi
al-Islam yang didukung oleh Hazim Abdul Muta’al al-Sha’yadi dalam karyanya al-Nazharriyah al-Islamiyyah li al-Dawlah
mengemukakan pendapat bahwa hak politik bagi perempuan adalah persoalan
Sosial-Politik bukan persoalan agama, dan bahwa hukum Syar’i yang mengharamkan perempuan
menggunakan hak-hak politik itu tidak ada. Karenanya salah jika masalah ini
dipecahkan dari perspektif
agama atau fikih. Akan tetapi
masih banyak yang beranggapan bahwa hak politik perempuan adalah tidak ada dan
Syara’ melarang akan kiprah perempuan di dunia perpolitikan.
Secara historis, telah terjadi
perlakuan yang tidak seimbang, yang menempatkan perempuan pada posisi yang
lebih rendah dibandingkan laki-laki.Sejarah peradaban manusia banyak didominasi
oleh kaum laki-laki, sehingga laki-laki mendominasi semua peran di masyarakat
sepanjang sejarah, kecuali dalam masyarakat yang matriarkal yang jumlahnya
sangat sedikit.Jadi, sejak awal sudah terjadi ketidaksetaraan gender yang
menempatkan perempuan pada wilayah yang marginal.Peran-peran yang dimainkan
kaum perempuan hanyalah peran-peran di sekitar rumah tangga.Sementara itu, kaum
laki-laki dapat menguasai semua peran penting di tengah-tengah masyarakat.Dari
sini muncullah doktrin ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.Perempuan
dianggap tidak cocok memegang kekuasaan ataupun memiliki kemampuan seperti yang
dimiliki laki-laki dan karenanya perempuan tidak setara dengan
laki-laki.Laki-laki harus memiliki dan mendominasi perempuan.
Sebelum Islam datang, perempuan
mengalami masa sejarah yang gelap, yaitu fakta dan realitas historis
mengungkapkan betapa hinanya perempuan pada saat itu. Seorang ayah akan merasa
malu kalau mempunyai anak perempuan, dan rela mengubur anaknya hidup-hidup,
sebagaimana disinyalir dalam Al-Quran surat an-Nahl 58-59:
“Dan apabila seseorang dari mereka
diberi khabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah)
mukanya, dan dia sangat marah.Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak,
disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah ia akan memeliharanya
dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah
(hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
Berdasarkan ayat di atas dapat
dipahami bahwa sebahagian besar tradisi jahiliah terhadap perempuan sangat
tidak manusiawi. Perempuan merupakan manusia yang tidak diketahui oleh
undang-undang, Pada masa jahiliah, perempuan dianggap sebagai harta yang dapat
dimiliki, dijual dan diperlakukan sesuai dengan keinginan, Perempuan tidak
memiliki hak talak, karena itu suami dapat menceraikan istrinya kapanpun ia
kehendaki, Perempuan tidak memiliki hak waris, tetapi perempuan dapat
diwariskan seperti harta benda, Perempuan tidak memiliki hak mengasuh anak,
karena anak dalam tradisi jahiliah dimiliki oleh keluarga laki-laki, Perempuan
tidak memiliki kebebasan untuk membelanjakan harta benda yang dimiliki, dan bayi
perempuan dikubur hidup-hidup.
Akan tetapi setelah datangnya
Islam, masa suram tersebut memberikan cahaya yang terang terhadap
perempuan.Perlakuan yang tidak manusiawi pada masa jahiliah telah merubah
posisi perempuan menjadi dihormati dan dihargai.[3]
Menurut Asghar masalah al-Quran
yang melebihkan laki-laki atas perempuan karena nafkah sesungguhnya adalah
masalah kesadaran sosial dan penafsiran yang tepat.Kesadaran perempuan pada
masa itu sangat rendah dan pekerjaan domistik dianggap sebagai kewajiban
perempuan.Selain itu laki-laki menganggap dirinya lebih unggul karena kekuasaan
dan kemampuan mereka mencari nafkah dan membelanjakannya untuk perempuan (Engineer,
1994: 62-3). Ditambahkan oleh Asghar, dengan keadaan-keadaan yang terus berubah
dan kesadaran yang semakin kuat di kalangan perempuan, konsep mengenai hak-hak
mereka akan berubah.[4]
Untuk itu sesungguhnya Islam muncul
dengan konsep hubungan manusia yang berlandaskan keadilan dan kesetaraan antara
kedudukan perempuan dan laki-laki.Selain dalam hal pengambilan keputusan,
perempuan dalam Islam juga memiliki hak-hak ekonomi (memiliki harta).Dengan
begitu Islam justru menumbangkan sistem sosial yang tidak adil terhadap
perempuan dengan menggantikan posisi yang adil. [5]
Dalam bidang kepemimpinan, Islam
bertolak dari status manusia sebagai khalifah.Akhir surah al-Ahzâb mempertegas
kekhalifahan manusia ini di muka bumi sebagai pengemban amanat Allah untuk
mengolah, memelihara, dan mengembangkan bumi.Inilah tugas pokok manusia –tidak
berbeda antara perempuan dengan laki-laki.
Mengenai status kekhalifahan tadi,
Rasulullah Saw. menegaskan bahwa semua manusia adalah pemimpim “Kaliah semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”.Islam mengangkat derajat
manusia dan memberikan kepercayaan yang tinggi, karena setiap manusia secara
fungsional dan social adalah pemimpin.[6]
Rasulullah memberikan gambaran yang
lebih konkret, yaitu di dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam perkembangan
budaya beliau menempatkan laki-laki dan perempuan pada bidang tertentu, tapi
masing-masing tetap berpotensi sebagai pemimpin.Itu yang ditegaskan dalam
lanjutan hadits tadi, “Lelaki adalah pemimpin keluarga, sementara perempuan
adalah pemimpin di rumah tangga”.Ini adalah penjelasan yang berkaitan dengan
perkembangan peradaban dan budaya manusia, yang pada gilirannya menempatkan
laki-laki sebagai kepala keluarga, artintya laki-laki berfungsi sebagai suami,
dan ayah itu berarti pemimpin untuk seluruh keluarga.
Biasanya yang dipersoalkan orang
adalah kepemimpinan perempuan di dalam dunia politik berdasarkan hadits lâ
yaflâhû qaumun wallau amrahum imra’atûn (tidak akan sukses suatu kaum yang
menyerahkan kepemimpinannya kepada perempuan). Perlu kita catat bahwa kualitas
hadits tersebut bukan shahih, karena tidak termuat dalam kitab Shahihaini, tapi
hadits ini masyhur beredar.Namun kemudian hadits ini dijabarkan di dalam
beberapa pemikiran fiqih secara tekstual, sehingga perempuan tidak boleh
menjadi pemimpin masyarakat.Akan tetapi, tidak ada kitab fiqih yang mengatakan
perempua tidak boleh menjadi pemimpin di dalam rumah tangga, semua kebudayaan
mengakui hal ini.hanya yang dipermasalahkan adalah kepemimpinan yang di luar
rumah tangga. Hal ini juga ada kaitannya dengan perempyuan karier yang bekerja
di luar rumah tangga.
Mengenai hadits tadi, sebagian
ulama berpendapat bahwa perempuan tidak boleh memegang jabatan penting seperti
jabatan kepala Negara, hakim, dan sebagainya.Akan tetapi, kalau kita lihat
realitasnya dalam sejarah Islam, banyak perempuan Islam yang tampil sebagai
pemimpin.Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw.diakui sebagai seorang mufti. Maka dia
memberikan fatwa sekali bersahabat Nabi yang lain (Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas,
dll).Bahkan kedudukannya sebagai panglima pada perang Unta juga diakui.Kemudian
di dalam perkembangan sejarqah Indonesia juga banyak terdapat tokoh, pahlawan,
dan raja wanita, seperti Cut Nyak Dien di Aceh.Di dalam al-Qur’an disebutkan
juga tentang seorang ratu di zaman Nabi Sulaiman, yaitu Ratu Balqis.
Kemudian Imam Thabari mempertegas
bahwa, walaupun kita menggunakan hadits tadi sebagai dasar hukum, tetapi hanya
manyengkut satu masalah khusus, yaitu bahwa perempuan tidak boleh memegang
pucuk pimpinan tertinggi Negara, perempuan tidak bisa jadi khalifah, tapi
selain itu bisa. Ada tiga Negara Islam yang saat ini menampilkan perempuan
sebagai pemimpin, yaitu Pakistan, Bangladesh, dan Turki, tentu di Negara-negara
tadi banyak ulama dan mengerti, namun karena luasnya wawasan mereka, maka
mereka bisa menerima perempuan sebagai pemimpin.[7]
Kepemimpinan
Perempuan dalam Kristen
Masyarakat Yunani
yang terkenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, tidak banyak membicarakan
hak dan kewajiban wanita. Di kalangan elite mereka, wanita-wanita
ditempatkan (disekap) dalam istana-istana. Dan di kalangan bawah, nasib wanita sangat
menyedihkan. Mereka diperjualbelikan, sedangkan yang berumah
tangga sepenuhnya berada
di bawah kekuasaan suaminya.
Dalam peradaban
Romawi, wanita sepenuhnya berada
di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah ke
tangan sang suami.
Kekuasaan ini mencakup kewenangan
menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh.
Di Alkitab ada beberapa ayat yang
menyinggung peranan pria dan wanita dalam konteks kepemimpinan (1 Korintus
11:2-16; 14:33-35).Namun, yang paling gamblang adalah bagian yang ditulis oleh
Rasul Paulus.[8]Paulus
tidak mengizinkan kepemimpinan wanita atas pria.Sebaliknya, Paulus meminta
wanita untuk tunduk kepada kepemimpinan pria.
Adapun argument Paulus terhadap hak
kepemimpiman perempuan, maka landasan yang Paulus gunakan untuk mendukung
argumennya bukanlah landasan budaya.Paulus menggunakan dasar argumen yang tidak
terikat oleh waktu. Mari kita lihat argumen yang ia gunakan. Pertama, Paulus
menguraikan mata rantai atau hierarki otoritas sebagai tumpuan argumennya, dan
ini bersifat lintas budaya, yakni: “Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah
Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan kepala dari Kristus adalah
Allah.” (1 Korintus 11:3); kedua, Kedua, Paulus menjelaskan makna rohani yang
terkandung dalam penciptaan berdasarkan urutan penciptaan itu sendiri, yakni “…
laki-laki … menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah.Tetapi perempuan
menyinarkan kemuliaan laki-laki.Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan,
tetapi perempuan berasal dari laki-laki.” (1 Korintus 11:7-8);Ketiga, Paulus
memakai landasan historis untuk mendukung argumennya, yakni “Karena Adam yang pertama
dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan
perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa.” (1 Timotius 2:13-14).
Debora yang adalah istri Lapidot
(Hakim-Hakim 4), memerintah sebagai hakim di Israel dan ini menandakan bahwa
kepemimpinan tertinggi saat itu dipegang oleh seorang perempuan. Tuhan Yesus
pun melibatkan perempuan dalam pelayanan-Nya sebagaimana dicatat oleh Lukas, di
antaranya adalah Maria Magdalena, Yohana istri Khuza bendahara Herodes, dan
Susana yang berperan besar sebagai penyandang dana bagi Tuhan Yesus dan para
murid-Nya (Lukas 8:2-3).
Dari sini kemudian dapat
disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya, ternyata yang terpenting adalah
tujuannya — ketertiban — bukan sarananya — otoritas laki-laki atas perempuan.
Tuhan tidak antiperempuan dan Ia melibatkan perempuan dalam pekerjaan-Nya. Hal
ini terbukti dari pelbagai karunia yang Ia berikan kepada kita, tanpa mengenal
perbedaan gender (1 Korintus 12, Roma 12:4-8, Efesus 4:7-12, 1 Petrus 4:10-11
). Kenyataannya ialah baik laki-laki maupun perempuan, keduanya setara di
hadapan Tuhan; keduanya adalah penerima pelbagai karunia Tuhan; dan keduanya
dilibatkan dalam pekerjaan Tuhan.Firman Tuhan menegaskan, “Namun demikian,
dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa
perempuan.Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula
laki-laki dilahirkan oleh perempuan dan segala sesuatu berasal dari Allah.” (1
Korintus 11:11-12) Jadi, dasar penetapan hierarki otoritas bukanlah perbedaan
kualitas, melainkan perbedaan fungsi dan kewajiban, sedangkan tujuannya adalah
ketertiban — terutama di dalam keluarga.[9]
b.
Aborsi
Aborsi adalah pengguguran kandungan
(janin) sebelum sempurna masa kehamilan –baik dalam keadaan hidup ataupun
tidak- sehingga keluar dari Rahim dan tidak hidup, baik itu dilakukan dengan
obat ataupun selainnya, oleh yang mengandungnya maupun oleh orang lain.
Aborsi biasa dilakukan akibat
pergaulan bebas sehingga terjadi yang diistilahkan dengan kecelakaan, yakni
hamil tanpa didahului oleh akad nikah yang sah.Kehamilan itu tidak dikehendaki
karena takut menanggung aib. Tentu saja masih ada sebab lain, misalnya karena
kehamilan yang dapat membawa dampak buruk terhadap ibu dan anak, atau karena
kehamilan yang tidak diinginkan lagi sebab khawatir memikul beban ekonomi
tambahan.[10]
Namun aborsi menjadi bahan
pembicaraan yang lain ketika hal tersebut menimpa kepada wanita korban
perkosaan, dimana pilihan melakukan aborsi dilakukan karena judge masyarakat
yang memang tidak semuanya akan menerima kepada kondisi si korban pemerkosaan,
dan tetap akan mencemooh kepada si korban yang akan menimbulkan tekanan batin
kepada korban pemerkosaan tersebut. Pemerkosaan terjadi memang karena selain
dari perlindungan terhadap kaum perempuan masih sangat minim kalau pemakalah
menilainya, karena upaya untuk melindungi perempuan dari tindak perkosaan
sangatlah minim. Dan juga payung hokum bagi korban pemerkosaan yang menuntut
keadilan hukum sebagai warga
negara yang mendapat perlakuan yang sama juga sangatlah minim, karena di banyak
kasus pemerkosaan terhadap perempuan, banyak sekali para pelaku pemerkosaan
yang tidak terjerat oleh hukuman pidana yang setimpal atau bahkan tidak
terjerat hukum sama sekali.
Dan itulah realita keadilan di negri kita Indonesia, bahkan di dunia global,
bahwa keadilan yang tidak didapat oleh para korban pemerkosaan cenderung untuk
lebih memilih melakukan aborsi agar tidak menanggung beban malu dan tekanan
bathinnya yang tidak mendapat keadilan.
Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu
dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun
tidak.Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat
masa kehamilan).
Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa
dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.Sedangkan pada ayat 2 tidak
disebutkan bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat
untuk melakukan tindakan medis tertentu.
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan
tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU Kesehatan)
adalah pengertian yang sangat rancu dan membingungkan masyarakat dan kalangan
medis.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras dilakukannya aborsi
dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 -
349.Bahkan pasal 299 intinya mengancam hukuman pidana penjara maksimal empat
tahun kepada seseorang yang memberi harapan kepada seorang perempuan bahwa
kandungannya dapat digugurkan.
Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah dilunakkan dengan memberikan
peluang dilakukannya aborsi.Sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat 1 UU
Kesehatan tersebut di atas.
Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud
tindakan medis tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan sebagai
keadaan darurat.
Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan medis dalam bentuk
pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan
norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam
keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang
dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.Lalu apakah tindakan medis
tertentu bisa selalu diartikan sebagai aborsi yang artinya menggugurkan janin,
sementara dalam pasal tersebut aborsi digunakan sebagai upaya menyelamatkan
jiwa ibu dan atau janin.Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah memberikan
pengertian yang membingungkan tentang aborsi.
1.
Aborsi dalam Teologi Hinduisme
tergolong pada perbuatan yang
disebut Himsa karma yakni salah satu
perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa.
Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa”
mendasari falsafah atma
atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih
berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia.Oleh karena itulah
perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu
antara lain menyatakan: “Ma no mahantam
uta ma no arbhakam” artinya: Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi.[11]“Anagohatya vai bhima” artinya: Jangan
membunuh bayi yang tiada berdosa.[12]
Dan: “Ma no gam asvam purusam vadhih”
artinya: Jangan membunuh manusia dan binatang.[13]
2. Pandangan Agama Islam
Tentang Aborsi
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunyaEmansipasi Adakah Dalam
Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau
sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha)
sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh.Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Pendapat yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain
Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum
ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan
karena janin sedang mengalami pertumbuhan.Pendapat yang disepakati fuqoha,
yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat
bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat)
bulan masa kehamilan.Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan
adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini
termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan
pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
قُلْتَعَالَوْاأَتْلُمَاحَرَّمَرَبُّكُمْعَلَيْكُمْأَلاَّتُشْرِكُوابِهِِشَيْئاًوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًوَلاَتَقْتُلُواأَوْلاَدَكُمْمِنْإِمْلاَقٍنَحْنُنَرْزُقُكُمْوَإِيَّاهُمْوَلاَتَقْرَبُواالْفَوَاحِشَمَاظَهَرَمِنْهَاوَمَابَطَنَوَلاَتَقْتُلُواالنَّفْسَالَّتِيحَرَّمَاللَّهُإِلاَّبِالْحَقِّذَلِكُمْوَصَّاكُمْبِهِِلَعَلَّكُمْتَعْقِلُونَ
Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar [518]". Demikian
itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami (nya).
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang
bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti
aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Dalil syar’i yang
menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah
hadits Nabi Saw berikut:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang
belulangnya.Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian
memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan
anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam.Dengan
demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin
yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya
(ma’shumud dam).Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan
terhadapnya.
Jadi, siapa saja yang melakukan aborsi baik dari pihak ibu, bapak maupun
tenaga kesehatan.Berarti mereka telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak
kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang
budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10
ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah
tersebut. Rasulullah Saw bersabda:
“Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang
perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu
seorang budak laki-laki atau perempuan…” [HR. Bukhari danMuslim, dari Abu
Hurairah r.a.](Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi
pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan
tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi
janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah),
belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai
manusia.
Pendapat yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu
Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya`
Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir
berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka
aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa
yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan
makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa,
dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan
sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita
Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al
Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman,
1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93;
Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum
Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur
dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan,
adalahpendapat yang tidak kuat.Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud
setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma
itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel
itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya
Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah(1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada
pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri
adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan
nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini,
maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya
sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada
kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel
sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel
sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanyaada setelah pembuahan.
وَلاَتَقْتُلُواْالنَّفْسَالَّتِيحَرَّمَاللّهُإِلاَّبِالحَقِّ
“Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar. “ (Q.S. Al Israa’: 33)
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan
janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya
menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian
ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan
aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan
kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah
SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32).
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan.Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
ciptakan pula obatnya.Maka berobatlah kalian!” [HR. Ahmad].
Kaidah fiqih
dalam masalah ini menyebutkan:
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu
hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.”(Abdul Hamid Hakim, 1927,
Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya
jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti
membunuh janinnya. Hal ini harus dapat dipastikan secara medis. Karena syariat
memandang sang ibu sebagai akar pohon dan sang janin sebagai cabangnya. Dalam
Islam dikenal prinsip al ahamm wa al muhimmn (yang lebih penting dan yang
penting), dalam kasus ini dapat diartikan “mengambilan yang lebih kecil
buruknya dari dua keburukan”. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medis
adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
1) Dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu
seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung
jawab profesi.
2) Harus meminta
pertimbangan tim ahli (ahli medis lain,agama, hukum, psikologi).
3) Harus ada persetujuan
tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4) Dilakukan di sarana
kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh
pemerintah.
5) Prosedur tidak
dirahasiakan.
6) Dokumen medik harus
lengkap.
3.
Aborsi di Pandang dari Segi
Agama Kristen Protestan
Dalam Alkitab dikatakan dengan
jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan
dalam tindakan aborsi.
1.
Jangan pernah berpikir
bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa.
Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk
engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar
dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau
menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos 12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22;
Yes 7:14; Yes 44:2,24; Yes 46:3; Yes 49:1-2; Yes 53:6; Ayb 3:11-16; Ayb
10:8-12; Ef 1:4; Mat 25:34; Why 13:8; Why 17:8
2.
Hukuman bagi para pelaku
aborsi sangat keras.
Kel 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari
mereka tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga
keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka
pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya,
dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim.
Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka
engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi,
tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka,
bengkak ganti bengkak.
3.
Aborsi karena alasan janin
yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.
Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang
lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi,
siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia
dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya,
tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia…”
Kis 17:25-29; Mzm 94:9; Rom 8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
4.
Aborsi karena ingin
menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah
kedua anak Lot itu dari ayah mereka.
Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab;
dialah bapa orang Moab yang sekarang.Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak
laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 50:20; Rom 8:28
5.
Tuhan tidak pernah
memperkenankan anak manusia dikorbankan. Apapun alasannya.
Kel 1:15-17 ~ Raja Mesir juga
memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan Ibrani, seorang
bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: “Apabila kamu menolong
perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu
lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan,
bolehlah ia hidup.” Tetapi bidan-bidan
itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir
kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup.
Yeh 16:20-21; Yer 32:35; Mzm 106:37-42 ; II Raj 16:3; 17:17
; 21:6 ; Ul 12:31; 18:10-13;Im 18:21, 24 dan 30
6.
Anak-anak adalah pemberian
Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.
Kej 30:1-2 ~ Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan
anak bagi Yakub, cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub:
“Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati.” Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel
dan ia berkata:” Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau
mengandung?”
Mzm 127:3-5 ~ Sesungguhnya, anak
laki-laki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu
upah.Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada
masa muda.Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan
semuanya itu.Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan
musuh-musuh di pintu gerbang.
Dalam Alkitab dikatakan dengan
jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan
dalam tindakan aborsi.Jangan
pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa.[14]
Hukuman bagi para pelaku aborsi dalam agama Kristen sangat keras. Yaitu nyawa si bayi harus diganti dengan
nyawa lagi.[15]Aborsi
karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.[16]Dan aborsi karena untuk menutup aib dengan
alasan perkosaan juga tidak dibenarkan dalam agama Kristen.
4.
Aborsi di Pandang dari Segi
Agama Buddha
Dalam pandangan agama Buddha aborsi
adalah suatu tindakan pengguguran kandungan atau membunuh makhluk hidup yang
sudah ada dalam rahim seorang ibu.Dari sudut pandang Buddhis aborsi bisa di
toleransi dan dipertimbangkan untuk dilakukan.Agama Buddha, umat Buddha terdiru
dari dua golongan yaitu pabbajita dan umat awam.Seorang pabbajita mutlak tidak
boleh melakukan aborsi karena melanggar vinaya yaitu parajjika.Tetapi sebagai
umat awam aborsi boleh dilakukan dengan alasan yang kuat.Misal janin dalam
kandungan dalam kondisi abnormal yang dapat membahayakan kesehatan ibu bahkan
dapat mengancam keselamatan ibu.Aborsi dalam agama Buddha merupakan suatu
pembunuhan yang tidak diperbolehkan yang dapat menimbulkan karma buruk.Tetapi
agama Buddha tidak melarang secara multak orang yang melakukan aborsi.Dengan
alasan yang sangat kuat aborsi dapat dilakukan dengan berbagai pertimbangan.Hal
terbaik untuk tidak melakukan aborsi adalah menghindari terjadinya aborsi misal
tidak melakukan hubungan seks bebas yang bisa memungkinkan terjadinya aborsi.
Dalam kasus lain yang tidak dapat dihindari untuk terjadinya aborsi boleh
dilakukan dengan alasan tidak ada cara lain yang terbaik dan dengan alasan yang
sangant kuat. Aborsi boleh dilakukan dengan kondisi yang sangat sulit akan
tetapi seminimal mungkin untuk menghindari terjadinya aborsi karena dalam agama
buddha aborsi merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan karena
menghilangkan nyawa suatu mahluk yang mengakibatkan karma buruk.
Dalam agama budha perlakuan aborsi
tidak dibenarkan karena suatu karma harus diselesaikan dengan cara yang baik,
jika tidak maka akan timbul karma yang lebih buruk lagi.
Syarat yang harus dipenuhi
terjadinya makhluk hidup :
a. Mata utuni hoti: masa subur seorang wanita
b. Mata pitaro hoti: terjadinya pertemuan sel
telur dan sperma
c. Gandhabo paccuppatthito: adanya
gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta)
kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma
Dari penjelasan di atas agama
Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah
melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu
pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut:
a) Ada makhluk hidup (pano)
b)
Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c) Ada kehendak (cetana) untuk membunuh
(vadhabacittam)
d)
Melakukan pembunuhan (upakkamo)
e) Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan
( tena maranam)
Apabila terdapat kelima faktor
dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi pelanggaran sila pertama.
Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma maka pembunuhan ini akan
berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan yang
mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan
tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun
mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian
hari.
c. Homoseksualitas, lesbi, dan
biseksual
Pada awalnya dalam
pembelajaran psikologi kaum homoseksual ataupun lesbian dimasukan dalam
kategori manusia abnormal begitu juga dengan biseksual, hal tersebut sesuai
dengan DSM(Diagnostik and statistcal manual of mental).
Pada dasarnya manusia itu memiliki
potensi untuk menjadi homoseksual ataupun lesbian hal tersebut di karnakan pada
usia pubertas manusia memiliki pembawaan biseksual dimana pada saat usia ini
manusia dapat dengan mudah mencintai ataupun menyukai teman pria ataupun
wanitanya, jika pada anak yang normal maka anak tersebuat akan berkembang
memiliki sifat heteroseksual yaitu sikap menyukai lawan jenisnya. Hal tersebut
sangat berpengaruh pada lingkungan yang membentuk seseorang dalam menemukan
jati dirinya, para kasus homo ataupun lesbian biyasanya terbentuk karna faktor
lingkungan, di mana banyak para homo ataupun lesbi yang memiliki trauma
terhadap seseorang yang mempengaruhi pola perilaku di masa depanya.
Seseorang yang memiliki kelainan
sek homoseksual biyasanya lebih peka dalam lingkungannya dan lebih protektif
terhadap pasangan sesama jenisnya, kepekaanya terhadap lingkungan tersebut
untuk mengetahui sesamanya, biyasanya kepekaan tersebut terjadi dalam mencari
pasangan sesama jenisnya.[17]
Dan karena rumah tangga juga
menjadi faktor homoseksualitas, maka di sini peranan gender dalam rumah tangga
sangat diperlukan, dimana keutuhan rumah tangga dan proteksi orang tua kepada
anaknya harus sama-sama memberikan proteksi kepada anak agar jangan sampai
menjadi korban kekerasan seksual dan menimbulkan traumatis yang menyebabkan
anak menjadi seorang homoseksual.
a.
Pandangan agama keristen dalam
lesbi, homoseksual, dan biseksual
Dalam ajaran keristen menjelaskan
bahwa hubungan sek merupakan hal yang sangat manusiawi, dan kita harus
menghormati bahwa sek merupakan tindakan yang sangat manusiawi dan harus
menyakininya akan tetapi, yang salah apabila sek disalah gunakan dalam
pornografi ataupun pelacuran hal tersebut sama juga seseorang memperjual
belikan manusia. Sek bukanlah hal yang naluri yang harus dilepaskan begitu saja
melainkan bagian hidup yang harus dibina, dididik, dikembangkan, dan nilai
penuh kasih. Sek juga bukan sekedar kehendak ataupun urusan perorangan akan
tetapi suatu hal yang menyangkut urusan tangung jawab sosial.[18]
Homoseksual yang dilakukan oleh
beberapa kalangan masyarakat dipandang oleh ajaran moral grejawi berlawanan
dengan nilai-nilai pokok dalam seksualitas, akan tetapi gereja memperdebatkan
apakah homoseksual harus dipandang sebagai penyelewengan ataupun sebagai
kelainan yang pantas ditolong, entah dalam bentuk pertolongan medis ataupun
dalam bentuk pengertian dan dukungan hidup.
Dalam kitab perjanjian lama juga
menyebutkan bahwasanya tersapat sebuah kota yang bernama sodom, dimana koto
tersebut terbentang memanjang diantara israel-yordania dan kemudian sebuah
gempa vulkanik dengan di ikuti letusan larva menjugkil balikan kota tersebut,
dalam al kitab pun tertulis ”Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa Allah
merancang agar hubungan seks dilakukan hanya di antara pria dan wanita, dan
hanya dalam ikatan perkawinan. (Kejadian 1:27, 28; Imamat 18:22; Amsal 5:18,
19) Alkitab mengutuk percabulan, yang mencakup perilaku homoseksual maupun
heteroseksual terlarang.”—Galatia 5:19-21.
Dalam ajaran keristen melakukan
tindaka homoseksual merupak tindakan yang dosa, perilaku tersebut merupakan
tindakan penyangkalan dan penolakan terhadap Allah, Ketika seseorang terus
didalam dosa dan tidak percaya, Alkitab mengatakan bahwa Allah “menyerahkan
mereka” kepada hawa nafsu dan menjadi lebih jahat dan berdosa untuk menunjukkan
kepada mereka kesia-siaan dari hidup yang terpisah dari Allah. 1 Korintus 6:9
mengatakan bahwa “pelaku-pelaku” homoseksualitas tidak akan mendapat bagian
dalam Kerajaan Allah
b.
Pandangan islam dalam
perilaku homoseksual, lesbian, dan biseksual
Allah telah berfirman dalam
al-qur’an bahwasanya manusia di ciptakan di dunia ini berpasang-pasangan
seperti yang telah di tuliskan dalam surar ar’af ayat 80-84, dalam surat tersebut menyatakan
bahwa laki-laki di ciptaka untuk perempuan begitu juga sebaliknay,
berpasang-pasangngan maksutnya adalah berpasangan dengan lawan jenisnya bukan
dengan sesama jenisnya[19]
Istilah tentang homoseksual pertama
kali muncul kurang lebih empat belas abad yang lalu, islam biyasanyan
menyebutnya dengan liwatag atau amal qaumil lutin istilah yang terakir berarti
perbuatan kaum Nabi Lut karena menurut riwayat perbuatan ini pertama kali
dilakukan oleh kaum nabi Luth yang dituliskan dalam al-qur’an surat Hud
82-83 dan juga dalam surat Al-anbiyah
ayat 74.
Dalam ayat-ayat di atas sudah jelas
bahwasanya islam melarang seseorang untuk melakukan tindakan homoseksual, di
mana secara medispun dapatdijelaskan bahwasanya penularan penyakit HIV/AID
terbesar pertama melalui orang-orang yang melakukan hubungan dengan sesama
jenis ataupun yang melakukan biseksual.
Nabi Muhammad juga telah
memperingatkan kita untuk menjaga aurat kita walupun dengan sesama jenis kita,
hal tersebut dikarenakan sangat mungkin untuk setan membisikan kita untuk masuk
kelembah-lembah kemaksiatan, entah dengan alasan apapun kasus homoseksual
tidaklah sejalan dengan norma dan nilai-nilai moran yang ada dalam masyarakat,
karena tuhan telah menciptakan kita dengan segala bentuk untuk mencintai dan
megasihi lawanjenis kita sebagai mana mestinya.
c.
Pandangan agama hindu dalam
kasus homoseksual, dan biseksual
Masuknya agam hindu di Indonesia di
perkirakan sudah sejak abad ke-IV sebelum masehi, sistem kasta yang di anut
oleh agama ini membuatnya mencolok dalam sistem perkastaan yang ada pada
pemeluk ataupun kalangan masyarakat pada abad ini.
Seiring dengan berkembangnya zaman
tentu banyak polemik yang dihadapi oleh manusia dalam menghadapi keadaan zaman
salah satunya adalah tentang homoseksual, lesbian, dan biseksual yang sekarang
ini telah berkembang di kalangan masyarakat tak terkecuali merambah lapisan
kasta ataupun agama yang ada, yang membuat agama harus menaggapi akan hal
tersebut.
Kama ataupun kenikmatan sensual
merupakan salah satu tujuan hidup puruhartahas (Darma, arta, kama, dan moksa)
dan sek merupakan salah satu hal yang baik yang harus di lakuakan oleh sebuah
ikatan perkawinan yang sah[20]
dalam agama yang mempercayai akan sistem rengkarnasi ini berpendapat bahwasanya
kasus lesbi, hono, ataupin biseksusual merupakan hal yang tidak di perbolehkan,
walaupun tidak di bahas secara rinci akan tetapi agama ini hanya membahas
tetang karma yang ia dapatkan karna hal tersebut merupakan hal yang meyimpang
dari nila norma[21]
Akan tetapi dalam sebuah artikel
menyebutkan bahwasanya ada sebuah pernikahan yang di lakukan oleh kaum homo di
pulau dewata bali, hal tersebut menuai kontroversi walaupun, agama tersebut
tidak membahas secara terperinci tetang kasus homoseksual akan tetapi hal
tersebut melangar nilai dan norma sebagimana yang telah di ajarkan di agama
hindu itu sendiri, haltersebut dikarnakan seseorang tersebut tidak dapat
menahan dirinya dari perilaku menyimpang yang telah ia lakukan oleh pasangan
sejenisnya sedangakan dalam hindu mengenal ajaran Brahmackarya yaitu tahapan
untuk megkontrol diri dalam melakukan sesuatu yang tidak sesuali dengan norma,
hal tersebut biyasanya di lakuakn ataupun di ajarkan sejak kecil hingga umur
dua puluh lima tahun.
d.
Pandangan agama budha dalam
kasus homoseksual, lesbian dan biseksual
Manusia di ciptakan dengan
berpasang-pasangan di mana tidak adanya hubungan penyelewengan, sex merupakan
suatu ungkapan cinta, rasa kasih sayang, kehangatan dan kesetiyaan hal tersebut tidaklah melangar sila ke-3,
hoseksual,lesbi maupun biseksual telah di kenal sejak zama india kuno hal
tersebut di tuliskan dalam vinaya yang merupakan kumpulan landasan monastik budis
atau perturan yang ada.
Akan tetapi seperti halnya agama
hindu agama buda sendiri tidak membehas secra kusus pelajaran mengenai
homoseksual ataupun biseksual, namun agama hindu membahasnya dalam beberapa
ulasan mengenai penyimpangan sek yang tidak sesuai dimana hal tersebut tidak
sesuai dengan yang harus di jalani oleh seorang pria maupun wanita[22]
Seseorany yang melakukan hubungan
sek dengan sesama jenisnya atau melakukan hubungan yang tidak semestinya akan
di keluarkan dalam sangha yaitu persatuan para biku, pada dasarnya para biku
harus mampu menahan dirinya dari perihal yang sifatnya keduniawian dan apabila
seseorang melangar hal tersebut maka seseorang tersebut akan di keluarkan, dan
apabila seseorang tersebut telah masuk dalam biku maka orang tersebut tidak di
keluarkan dari biku akan tetapi harus mengakui perbuatanya tersebut di depann
para sangh dan berjanji tidak akan melakukan hal tersebut kembali.
Tipe orang yang disebut dengan
“pandaka” seringkali disunggung dalam Vinaya untuk menggambarkan seseorang yang
berperilaku seksual tidak tepat. Vinajau juga menetapkan bahwa para pandaka
tidak diperbolehkan untuk ditahbiskan, dan apabila secara tidak disengaja telah
ditahbiskan, orang tersebut akan dikeluarkan dari sangha. Menurut penjelasana
kitab, hal ini disebabkan para pandaka tersebut ‘penuh dengan nafsu, haus akan
birahi, dan didominasi oleh keinginan seksual”.Kata “pandaka” diterjemahkan
sebagai banci atau kaum homoseksual yang berperilaku seperti layaknya
perempuan. Oleh karena Buddha mempunyai pemahaman yang mendalam akan sifat
manusia, dan sungguh-sungguh bebas dari segala pasangka, dan karena tidak ada
bukti bahwa kaum homoseksual mempunyai tingkat birahi yang lebih tinggi atau
lebih sulit mempertahankan hidup sebagai biarawan/wati. Oleh karenanya, istilah
“pandaka” kemungkinan besar tidak mengacu kepada homoseksual secara umum,
melainkan segelintir kaum homoseksual yang feminis, yang secara terang-terangan
berpenampilan seperti wanita di depan umum.
Oleh karena homoseksual tidaklah
secara eksolisit dibicarakan dalam khotbah Buddha, hal tersebut hanya bisa
mengasumsikan bahwa masalah ini juga bisa dievaluasi dengan cara yang sama
sebagaimana adanya heteroseksual. Dan sesungguhnya atas dasar inilah,
homoseksual tidak secara khusus dikupas.Dalam kehidupan umat awam antara pria
dan wanita, di mana ada kesepakatan bersama, dimana tidak ada perbuatan
penyelewengan, di mana hubungann seksual adalah ungkapan rasa cintam hormat,
kesetiaan dan kehangatan, ini semua tidaklah melanggar sila ke-3. Dan sama pula
halnya apabila kedua orang tersebut berjenis kelamin sama. Tindakan seperti
penyelewengan dan pengabaian perasaan pasangan kita akan menjadikan suatu
perbuatan seksual tidak tepat, baik itu homoseksual ataupun biseksual. Semua
prinsip yang gunakan untuk mengevaluasi hubungan heteroseksual akan di gunakan
pula untuk mengevaluasi hubungan homoseksual.
Di dalam agama Buddha, bisa di
katakan bahwa buknlah ojel dari nafsu seksual seseorang yang menentukan apakah
suatu hubungan seksual seseorang yang baik atau tidak, melainkan sifat dari
emosi dan maksud yang melandasinya.Walaupun demikian, Buddha kadangkala
menganjurkan untuk menghinari perilaku tertentu, bukan karena hal ini salah ari
sudut pandang etika melainkan akan menjadi seseorang aneh di dalam lingkungan
sosial, atau karena akan mengakibatkan sanksi akibat pelanggaran hukum yang
berlaku. Dalam hal-hal seperti ini, Buddha berkata bahwa menjauhkan diri dari
perilaku seperti itu akan membebaskan seseorang dari kecemasan dan rasa malu
yang disebabkan oleh ketidak setujuan sosial atau ketakutan akan sanksi hukum.
Homoseksualitas tentu saja akan masuk dalam kategori perbuatan ini. Dalam hal
ini, seorang homoseksual haruslah memutuskan apakah ia akan mengikuti arus
harapan masyarakat umum atau mencoba mengubah sikap publik.
Dendan kata lain menelaah berbagai
penolakan terhadap homoseksualitas dan memberikan pandangan penolakan dari sisi
ajaran Buddha. Penolakan yang paling umum di dalam masyarakat adalah karena
homoseksualitas tidaklah alami dan melanggar hukum alam.Tampaknya sedikit
sekali landasan bagi pendapat seperti ini. Miriam Rothschild, seorang ahli
biologi ternama[10], telah menunjukkan bahwa perilaku homoseksualitas juga
telah ditemukan dalam hampir semua jenis spesies hewan. Kedua, walaupun bisa
disanggah bahwa funsi biologis dari seks adalah reproduksi, kebanyakan hubungan
seksual dewasa ini bukanlah untuk tujuan reproduksi, melainkan sebagai hiburan
dan pemuasan emosi, dan bahwa ini juga merupakan fungsi sah dari hubungan
seksual.Dengan demikian, walaupun hubunga homoseksual tidaklah alami dalam arti
tidak bisa menghasilkan fungsi reproduksi, hubungan ini adalah alami karena
bisa memberikan pemuasan fisik dan emosi bagi pelakunya.
Beberapa orang berpendapat bahwa
pasti ada sesuatu yang tidak beres dalam diri seorang homoseksual karena begitu
banyaknya kaum homoseksual yang jiwa atau emosinya yang terganggu.Sekilas,
tampak ada benarnya pernyataan ini.DI barat, setidak-tidaknya banyak kaum
homoseksual yang menderita masalah kejiwaan, kecanduan alkohol, dan menujukkan
perilaku seksual yang sangat menggoda.Dalam pengelompokan data, kaum
homoseksual menduduki peringkat tertinggi dalam kasus bunuh diri. Kemungkinan
sekali bahwa kaum homoseksual lebih menderita akibat perlakuan sosial
masyarakat terhadapa mereka atas dasar orientasi seksual mereka, dan apabila
mereka akan menunjukkan gejala yang sama pula. Sesungguhnya, inilah yang
menjadi argumen terkuat untuk menerima dan memahami homoseksualitas.
Walaupun di negara-negara yang
banyak penganut agama Buddha, homoseksual tidak ditentang secara nyata-nyata
dalam hukum yang berlaku, bukanlah berarti homoseksualitas bisa diterima di
negara-negara tersebut.Hal ini lebih disebabkan karena pengaruh agama Buddha
yang berlandaskan manusiawi dan penuh toleransi.Walaupun demikian, seringkali
ditemui adanya prasangka dan diskriminasi terhadap kaum homoseksual di
negara-negara tersebut. Sekali lagi perlu dijelaskan bahwa tidak ada bagian
dalam agama Buddha yang mmebenarkan adanya kutukan, hukuman, maupun penolakan
terhadap kaum homoseksual atau perilaku homoseksual
e.
Pandangan agama konghucu
dalam kasus homoseksual, lesbiyan, dan biseksual.
Agama yang muncul di cina ini juga
tidak membahas secara siknifikan tentang sek, baik hubungan sek antara pria dan
wanita taupun hubungan homoseksual sedikit penjelasan dalam frasa eufimisme
yang sedikit sekali menjelaskan tentang hal tersebut yang kemungkina merujuk
pada kasusu homoseksual. Frasa yang ditunjukan dalam kitab yang lima (Wu Jing)
tepatnya pada dokumen sejarah yanga berisi beberapa orang sedang malakukan
hubungan sek anal.
Dalam ajaran konghucu ini manusia
di anjurkan untuk memiliki keturunan, di mana proses memiliki anak hanya akan
dapat di klakukan jika seorang pria dan wanita melakukan hubunga sek bukan
dengan sesama jenisna.
Akan tetapi dalam agam ini tidak
menolak secara tegas tentang perilaku homoseksual selam sesorang tersebut
manikah dan memilki keturunan.
d. Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT)
Kekerasan merupakan suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (merasa
kuat) kepada seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lemah (dipandang
lemah/dilemahkan), yang dengan sengaja dilakukan untuk menmbulkan penderitaan
kepada obyek kekerasan. Kekerasan terjadi di masyarakat dapat dikategorikan
menjadi 5 macam, yaitu:
a.
Kekerasan berbasis etnis
b.
Kekerasan berbasis budaya
c.
Kekerasan berbasis politik
d.
Kekerasan berbasis agama
e.
Kekerasan berbasis gender
Kekerasan berbasis gender merupakan
jenis kekerasan yang dilakukan oleh seseorang terhadap jenis kelamin yang
berbeda, seperti laki-laki melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan atau
sebaliknya. Perempuan lebih dominan menjadi korban kekerasan gender antara lain
disebabkan terjadinya diskriminasi gender.
Pengertian Kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) menurut undang-undang nomor 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbul kesengsaraan atau
penderitaan secara pisik, seksual, psikologis dan/ penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hokum dalam lingkup rumah tangga.
Berdasarkan data yang direkam dari
berbagai lembaga pendampingan korban kekerasan dalam rumah tangga dan kasus
yang ditangani oleh kepolisian, bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi adalah:
1.
Kekerasan fisik
2.
Kekerasan seksual
3.
Kekerasan psikis
4.
Kekerasan
ekonomi/penelantaran ekonomi[23]
Terdapat beragam alasan terjadinya
KDRT, antara lain budaya patriarki yang menempatkan posisi pihak yang memiliki
kekuasaan merasa lebih unggul. Selain itu, interpretasi agama yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai universal agama. Agama sering digunakan sebagai legitimasi
pelaku kekerasan terutama dalam lingkup keluarga,[24]
padahal agama menjamin hak-hak dasar seseorang, seperti cara memahami Nusyuz,
yakni suami boleh memukul istri dengan alas an mendidik atau ketika sitri tidak
mau melayani kebutuhan seksual suami maka suami berhak memukul dan ancaman bagi
istri adalah dilaknat oleh malaikat.
Kekerasan juga berlangsung justru
mendapatkan legitimasi masyarakat dan menjadi bagian dari budaya, keluarga,
negara, dan praktek di masyarakat, sehingga menjadi bagian kehidupan yang sulit
dihapuskan, kendatipun terbukti merugikan semua pihak.[25]
Berikut kami pemakalah akan memaparkan sedikit ulasan kekerasan dari agama
Kristen (Katolik) yang berbeda. Misalnya, seorang perempuan yang mengalami
kekerasan dalam rumah tangga katolik juga dipengaruhi dan terkait dengan budaya
setempat dan Gereja lokal yang sangat patriarkis-yang menggunakan ajaran agama
untuk melakukan kekerasan terhadapperempuan. Permasalahan kekerasan dapat
ditemui di beberapa daerah, dimana budaya patriarkis setempat sangat kuat
bertautan dengan ajaran agama (Gereja) yang patriarkis, seperti hampir dalam
semua budaya di Indonesia. Kekerasan yang dialami seorang perempuan katolik
mencakuppula wilayah tangga, komunitas (agama dan budaya), maupun negara. Hal
ini biasanya terjadi di wilayah-wilayah konflik, seperti perbatasan Timor,
Maluku, Papua, dan sebagainya.[26]
Pengalaman para perempuan ini menjadi sumber repleksi mengkritisi peran
agama di dalam persoalan kekerasan terhadapperempuan. Kitab Suci menurut
Elisabeth Schüssler Fiorenza, di dalam perjuangan bertahan hidup serta pembebasan
dari dalam masyarakat dan gereja yang patriarkis, perempuan menemukan kitab
suci telah digunakan sebagai alat untuk menentang perempuan.[27]
Namun demikian, pada saat yang sama, kitab suci juga bisa menjadi sumber
keberanian, pengharapan, dan komitmen dalam perjuangan para perempuan. Sehingga
menurut Schüssler Fiorenza, yang perlu dilakukan dalam interpretasi feminis
bukanlah mempertahankan kita suci untuk melawan para pengkritik feminis,
melainkan untuk mahami dan menafsirkannya sedemikian rupa sehingga kekuatan penindasan
dan pembebasannya sangat jelas dan dapat dikenali.[28]
Ilmu tafsir membantu menemukan siapa dan maksud si penulis, jenis sastra
yang ia gunakan, serat sidang pembacanya. Orang katolik diajak membedakan
ajaran ilahi dari asumsi-asumsi budaya zaman itu. Seperti ditandaskan oleh
Konsili Vatikan II (1962-1965), yang benar dalam kitab suci adalah hanya apa
yang dikehendaki Tuhan Bapak demi keselamatan manusia, sebagaimana Katolik
dalam Konsili Vatikan II jelas menentang berbagai macam bentuk kekerasan.[29]
ekerasan Dalam Rumah tangga
a.
Pandangan Islam
KDRT dalam Islam terdapat dalam
al-Quran surah an-Nisa ayat 34, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka.”
Ayat tersebut bukan mewajibkan
suami memukuli istri, melainkan sebatas izin melakukan sanksi pemukulan dalam
konteks mendidik (ta’dib) terhadap istri yang nusyuz.Rasulullah SAW
mencontohkan bahwa beliau tidak pernah memukul para istri dan pembantunya.
Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW
tidak sekalipun memukul sesuatu dengan tangannya, tidak wanita, tidak pula
pembantu kecuali dalam keadaan jihad di jalan Allah” (HR. Muslim).
Meskipun surat An-Nisa’ 34
membolehkan suami memukul istri dalam rangka mendidik, akan tetapi tidak asal
memukul, melainkan dengan syarat, batasan dan ketentuan,antara lain: ia dilakukan kepada istri ketika
nusyuz, yakni durhaka dengan tidak menaati suami dalam batas-batas tertentu.
Jika istri belum terbukti nusyuz maka suami belum boleh melakukannya.“Nusyuz”
artinya artinya meninggalkan, contoh nusyuz seorang istri misalnya meninggalkan
rumah tanpa seizin suami.
b.
Pandangan Kristen
KDRT dari sudut pandang Etika
Kristen Jika dihubungkan dengan ajaran Etika Kristen, tentang KDRT tidak ada
ditemukan.Di dalam Alkitab Perjanjian Baru banyak kita baca tentang ajaran yang
berhubungan dengan rumah tangga Kristen yang mengutamakan KASIH.Maka dapat kita
lihat bahwa Alkitab banyak sekali mengajarkan kepada setiap keluarga tentang
tindakan preventif (pencegahan) agar sebuah rumah tangga hidup dalam damai
sejahtera penuh dengan Kasih Kristus.
Hal-hal yang menentukan kebahagiaan
sebuah keluarga Kristen sekaligus menjadi anti terjadinya KDRT yaitu :Saling
menasehati, saling menghibur, saling membela, Sabar seorang terhadap yang lain,
Saling mengampuni, saling berbuat baik, ciptakan suasana sukacita dalam
keluarga.
c.
Pandangan Hindu
Tidak ada satupun kitab suci Hindu
yang membenarkan adanya kekerasan dalam rumah tangga, demikian pula halnya
dalam weda telah dinyatakan dan ditentukan bagaimana menjadi suami dan istri
yang baik, selalu menjauhkan kroda dalam lingkungan rumah tangga, menanamkan
sifat satya terhadap pasangan.
Seperti yang disabdakan hyang widhi dalam
Atharvaveda.XIV.2.4
Wahai pasangan suami istri
bersenang hatilah dengan kegiatan
usahamu
dan jalanilah hidup yang riang
gembira
Kebanyakan yang menjadi korban KDRT
adalah kaum wanita, hal ini terjadi Karena adanya anggapan bahwa kaum wanita
adalah kaum yang lemah, inilah anggapan yang telah salah ditanamkan dalam
pribadi manusia, karena veda tidak membenarkan hal itu seperti apa yang
disabdakan veda dalam Manawadharma Sastra Sloka 57:
Dimana warga wanitanya hidup dalam
kesedihan ,
keluarga itu cepat akan hancur,
tetapi dimana wanita itu tidak
menderita
e.
Perdagangan Perempuan dan Anak
Berkembangnya
pasar bayi internasional yang besar, yang diorganisir melalui mekanisme
pengangkatan anak (adopsi). Pada dasawarsa 1990-an diperhitungkan bahwa anak
angkat memasuki Amerika Serikat setiap 48 menit[30]
dan pada awal dasawarsa 1990-an, Korea Selatan saja 5700 bayi diekspor setiap
tahunnya ke Amerika Serikat.[31]
Sekarang ini, apa yang oleh kaum feminis disebut sebagai perdagangan anak
internasional telah meluas juga di negeri-negeri bekas sosialis, terutama di
Polandia dan Rusia, di mana penemuan badan-badan yang menjual anak-anak (pada
1994 lebih dari 1500 anak diekspor ke Amerika Serikat saja) telah menguakan skandal
nasional. Kita juga menyaksikan berkembangnya peternakan bayi, dimana anak-anak
diproduksi khusus untuk ekspor dan meningkatnya perempuan yang dipekerjakan
sebagai ibu pengganti.Ibu pengganti, serta pengangkatan anak memungkinkan kaum
perempuan dari negeri-negeri kapitalis maju untuk menghindari resiko
menghentikan karir mereka, atau membahayakan kesehatan mereka karena melahirkan
anak.
Di sejumlah
negeri Asia (Muangthai, Korea Selatan, Filiphina) industry seks dan wisata seks
yang melayani konsumen internasional mulai wisatawan sampai pegawai
perusahaan-perusahaan Jepang yang dalam tahun belakangan ini mendapat bonus
“perjalanan kenikmatan” dan angkatan bersenjata AS yang sejak perang Vietnam
menggunakan negeri-negeri ini sebagai tempat istirahat dan rekreasi. Pada akhir
dasawarsa 1990-an diperkirakan bahwa di Thailand saja, dari 52 juta penduduk, 1
juta perempuan bekerja diindustri seks. Juga terjadi peningkatan jumlah
perempuan dari dunia ketiga atau negeri-negeri bekas sosialis, yang bekerja
sebagai pelacur di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang yang kebayakan bekerja
sebagai budak seperti perempuan-perempuan Muangthai yang dipekerjakan di sebuah
border di New York di mana mereka ditawan oleh organisasi yang membayar biaya
perjalana mereka di AS dan telah membujuk mereka untuk datang di AS untuk
diberi pekerjaan.
“Perdagangan” “pengantin perempuan melalui pos” yang pada
dasawarsa 1980-an telah berkembang pada skala internasional. Di AS saja sekitar
3500 lelaki setiap tahunnya menikah dengan perempuan yang dipilih melalui
pesanan pos. dalam amat sangat banyak kasus pengantin perempuan adalah
perempuan muda dari kawasan-kawasan termiskin di Asia tenggara atau Amerika
Serikat meskipun baru-baru ini perempuan-perempuan dari Rusia dan negeri-negeri
bekas sosialis juga memilih ini sebagai sarana untuk emigrasi. Pada tahun 1979,
7759 perempuan Filipina telah meninggalkan negerinya dengan cara ini.
perdagangan pengantin perempuan pesanan pos ini di satu sisi mengeksploitasi
kemiskinan luar biasa kaum perempuan dan di sisi lain mengoksploitasi seksisme
dan rasisme kaum laki-laki Eropa dan Amerika yang menginginkan seorang istri
yang bisa dikontrol sepenuhnya dan manfaatkan kerentanan kaum perempuan yang
terpaksa menerima pilihan ini.[32]
f. Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Tenaga kerja wanita (TKW) memang
merupakan fenomena masyarakat
Indonesia kalangan menengah ke bawah untuk mengejar ketertinggalan ekonomi
keluarga mereka, dan seolah menjadi daya tarik bagi para wanita di Indonesia
khususnya, karena gaji yang didapat dari bekerja sebagai TKW bisa mencukupi
kebutuhan keluarga para TKW.
Dipekerjakannya secara
besar-besaran emigrant perempuan yang datang dari Asia, Aprika, Kepulauan
Karibia, Amerika Selatan, sebagai pekerja rumahtangga di negri-negri industri,
serta di Negri Timur Tengah penghasil minyak. Dipekerjakannya para TKW dengan
upah yang rendah membersihkan rumah, mengurus anak-anak, memasak makanan, dan
lain-lain, dalam artian melayani keluarga orang lain sementara keluarganya
sendiri ditinggalkan merupakan pilihan yang menyakitkan bagi para TKW.[33]
Namun menjadi TKW bukanlah tanpa
resiko, karena para TKW berada pada bahaya yang berhubungan dengan posisi yang
secara social dan hokum rentan.Beberapa kasus contoh kekerasan yang dialami TKW
oleh para majikannya dari mulai tidak dibayarnya upah, penyiksaan pisik,
penyiksaan psikis, tuduhan palsu oleh majikan, dan bahkan pembunuhan oleh para
majikannya.
Namun kasus-kasus tersebut tidak
lantas mengurangi minat para wanita untuk menjadi TKW di luar negri, mereka
tetap bertekad berangkat menjadi TKW dengan pembekalan keterampilan dan bahasa
tentunya walaupun mereka dibayangi oleh resiko
kekerasan yang bisa saja mereka alami di tempat mereka bekerja.
g.
HIV/Aids, Narkoba, dan Pornografi
Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeviency Virus
(HIV) yang menyerang system kekebalan tubuh yang berakibat seseorang menjadi
rentan terhadap inveksi dan kanker.Biasanya penyakit ini menyerang dengan
memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun. Virus HIV dapat menular
melalui jarum suntik, transfuse darah, hubungan seksual, dan sebagainya.
Mengingat penyebaran HIV/AIDS
demikian cepat, salah satu bentuk penyebarannya adalah melalui hubungan
seksual.Kontak seksual ini pada awalnya menjadi fenomena kalangan homoseksual,
namun untuk selanjutnya menyebar pula melalui hubungan hetero seksual.Salah
satu pasangan suami istri bisa tertular virus HIV jika satu saja diantara
keduanya yang melakukan hubungan seks beresiko.Sejumlah kasus di masyarakat
bahwa istri tiba-tiba dinyatakan tertular padahal dia sebagai istri yang
solehah yang tidak pernah melakukan perbuatan zina.Penularan virus ini
disebabkan suami yang pernah melakukan hubungan seks dengan pengidap virus
HIV.Karena itulah perempuan dalam beberapa kasus mengalami gangguan kesehatan
reproduksi sebagai dampak bukan sebagai pelaku.
Keluarga sebagai lembaga terkecil
di masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari segala macam
bentuk penyakit.Perlindungan ini berfungsi mengembangkan dan keberlangsungan
reproduksi sehat dalam keluarga.Penyadaran kesehatan reproduksi sejak awal
harus ditanamkan dalam keluarga baik bagi anak laki-laki maupun perempuan.
Mengenali sejak dini bagi anggota keluargaakan bahaya HIV/AIDS, penyebabnya,
bentuk-bentuk penyebarannya, dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi,
dampak social, psikologinya, bagaimana cara menghindarinya, dan sebagainya
sangat urgent sebagai tindakan prefentif perlindungan keluarga.[34]
Narkoba adalah singkatan dari narkotika
dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang
diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah
Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Semua istilah ini, baik
"narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa
yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar
kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa
dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu.[butuh rujukan] Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat
pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.[35]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan, Pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan
lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi.[36]
Sedangkan W.F. Haung menyebutkan
pornografi adalah penggunaan refresentasi perempuan (tulisan, gambar, foto,
video dan film) dalam rangka manipulasi hasrat (desire) orang yang melihat,
yang di dalamnya berlangsung proses degradasi perempuan dalam statusnya sebagai
“objek” seksual laki-laki.[37]
Daftar Pustaka
Budi Kleden. Dr.
Paulus, Dkk. Memecah Kebisuan Agama
Mendengar Perempuan Korban kekerasan Demi Keadilan, Respon Katolik.
Jakarta: Komnas Perempuan, 2009.
Djohantini, MM.,
M.SI. Dra Noordjannah, dkk. Memecah
Kebisuan Agama Mendengar Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan.
Jakarta: Komnas Perempuan. 2008.
Depdikbud.Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta:Balai Pustaka, 1990.
Fiorenza.
Elisabeth Schüssler. Bread Not Stone: The
Challenge of Feminist Biblical Interpretation. Boston: Beacon Press, 1986.
Federici. Silvia. Reproduksi & Perjuangan Feminisme Dalam
Pembagian Kerja Internasional Baru. Jakarta. Kalyanamitra: 2000.
Hulwati, Perempuan Dalam Wacana Politik Islam,
Jurnal Ilmiah Kajian Gender.
Marzuki, (2008) “KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM BIDANG POLITIK
PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW. DAN MASA KHULAFAUR RASYIDIN (SUATU KAJIAN
HISTORIS)”.Humaniora, 13 (1).ISSN 1412-4009.
Mufidah Ch, M.Ag.
Dra.Hj. Psikologi Keluarga Islam.Yogyakarta.
UIN-MALANG PRESS: 2008.
Munir. Lily
Zakiyah, Memposisikan Kodrat :Perempuan
dan Perubahan dalam Perspektif Islam, Bandung: Penerbit Mizan, 1999.
Raymon. J. Women
as Wombs :The New Reproductive Tecnologies
an the Struggle for Women’s Freedom. San Fransisco: Harpres and Co, 1994.
Shihab. M.
Quraish. Perempuan.Ciputat. Penerbit
Lentera Hati: 2005.
https://afifrizqonhaqqi.wordpress.com/2013/01/27/kepemimpinan-perempuan-dalam-perspektif-agama-agama-islam-dan-kristen/
,diakses tangga; 17 September 2015, pukul 11.41.
http://psikologiaja.blogspot.com/2011/02/sejarah-dsm.html
diakses tangga; 17 September 2015, pukul 11.41.
https://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba
diakses pada 17 September 2015 pukul 11:15
http://www..com/2012/05/pengertian-pornografi.html
diakses pada 17 September 2015 pukul 11:15.
[1]Pendapat
ini dianut oleh kalangan Khawarij, terutama sekte al-Syabibah.Bagi mereka
asalkan berasal dari golongan dan dalam urusan pemerintahan mereka, perempuan
berhak menjadi pemimpin. Lihat al-Baghdady, al-Farq
bayn al-Firaq, h, 90
[2]
Lihat ibn Qudamah, al-Mughni, jilid
XI, h, 375
[3]
Hulwati, Perempuan Dalam Wacana Politik
Islam, Jurnal Ilmiah Kajian Gender, h. 64-65.
[4]Marzuki,
(2008) “KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM
BIDANG POLITIK PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW. DAN MASA KHULAFAUR RASYIDIN (SUATU
KAJIAN HISTORIS)”. Humaniora, 13 (1). ISSN 1412-4009, h. 3-4.
[5]Hulwati,
“Perempuan Dalam Wacana Politik Islam”,
Jurnal Ilmiah Kajian Gender, h. 66.
[6]Lily
Zakiyah Munir.Memposisikan Kodrat :
Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam. (Bandung: Penerbit Mizan,
1999), h. 69-70.
[7]Lily
Zakiyah Munir, Memposisikan Kodrat :
Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Penerbit Mizan,
1999), h.70-73.
[8]
Perkataan Paulus mengenai kepemimpinan perempuan: “Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh.
Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan memerintah laki-laki; hendaklah ia
berdiam diri.” (1 Timotius 2:11-12). Kata “memerintah” pada ayat di atas, dapat
pula diterjemahkan “memiliki otoritas atau kuasa”, dalam hal ini atas pria.
Kepada jemaat di Korintus, Paulus mengulang perintah yang sama yaitu, “…
perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat… Jika
mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya
di rumah ….” (1 Korintus 14:34-35). Jelas bahwa dalam Surat 1 Korintus
maupun 1 Timotius,
[9]https://afifrizqonhaqqi.wordpress.com/2013/01/27/kepemimpinan-perempuan-dalam-perspektif-agama-agama-islam-dan-kristen/,diakses
tangga; 17 September 2015, pukul 11.41.
[10]
M. Quraish Shihab. Perempuan.(Ciputat.
Penerbit Lentera Hati: 2005). H. 257
[11]Rg Veda 1.114.7
[12]Atharvaveda X.1.29
[13]Atharvaveda X.1.29
[14]Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal
engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau,
Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
[15]Kel 21:22-25 ~ “Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada
seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi
tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak
yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya
menurut putusan hakim. Tetapi jika
perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus
memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan,
kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.”
[16]Yoh 9:1-3 ~ “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak
lahirnya. Murid-muridNya bertanya
kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang
tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan
juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di
dalam dia…”
[17]http://psikologiaja.blogspot.com/2011/02/sejarah-dsm.htmldiakses tanggal 17 September 2015, pukul 11.41.
[3] Konferensi wali gereja
indonesia, iman katolik, jakarta 2007 (hal. 83-87
[19]Majalah
aida, Jakarta, no 23/xii/1-15 september
2013
[20]http://www.vemale.com/relationship/intim/46992-pandangan-hindu-tentang-seks.html
Diakses pada tgl 2 desember.
[21]https://iwyrobi.wordpress.com/2008/10/16/pernikahan-homo-sexual-secara-hindu/
Diakses pada tgl 2 desember.
[22]http://artikelbuddhist.com/2011/07/homoseksual-dan-ajaran-theravada.html
Diakses pada tgl 2 desember 2015
[23]Dra.
Hj. Mufidah Ch, M.Ag. Psikologi Keluarga Islam.(Yogyakarta.
UIN-MALANG PRESS: 2008). h.
267-269
[24] Dra Noordjannah Djohantini, MM., M.SI,
dkk. Memecah Kebisuan Agama Mendengar
Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan. (Jakarta: Komnas Perempuan.
2008). h. 66.Dituliskan bahwa:“...ajaran
agama kerap digunakan sebagai pembenar tindakan-tindakan yang tidak ramah
terhadapperempuan, misalnya, sering menggunakan ayat Al-Qur’an tentang pembolehan
menikahi perempuan hingga empat sebagai pijakan berpoligami, tanpa memahami
konteks turunnya ahyat dan tanpa mencari makna intrinsik ayat tersebut. Begitu
juga dengan tindak pemukulan terhadap istri dan pelarangan menolak keinginan
suami berhubungan seksual yang dikatakan sebagai perilaku yang bersumber dari
Qur’an dan Hadits, tanpa lagi-lagi memahami kualitas makna suatu kata, sebab
turunnya ayat, serta ayat-ayat lain yang mencakuppesan kesetaraan hubungan antara
suami dan istri.”
[25]Dra.
Hj. Mufidah Ch, M.Ag. Psikologi Keluarga Islam.(Yogyakarta. UIN-MALANG PRESS:
2008). h.274
[26]Dr. Paulus Budi Kleden, Dkk. Memecah Kebisuan Agama Mendengar Perempuan
Korban kekerasan Demi Keadilan, Respon Katolik. (Jakarta: Komnas Perempuan,
2009). h. 30-31
[27] Teks-teks kitab suci yang dicurigai
menjadi sumber penafsiran untuk menyubordinasi perempuan antara lain: 1 Kor 14:
33-35 (perempuan harus diam dalam Gereja), 1 Kor 11: 3-16 (kepala perempuan
adalah laki-laki), Kol 3: 18 (para istri mesti tundukkan diri pada suami
bagaikan pada Kristus), Eh 5: 22-24 (para istri harus tundukkan diri pada suami
mereka), Tit 2: 4-5 (istri mesti tunduk pada suami), 1 Tim 2: 11-15 (perempuan
harus diam: tak diperkenankan mengajar atau berkuasa atas lelaki), dan et 3:
1-6 (para istri hendaknya tunduk pada suami). Semuanya itu merupakan teks-teks
yang merendahkan martabat perempuan.
[28] Elisabeth Schüssler Fiorenza. Bread Not Stone: The Challenge ofFeminist
Biblical Interpretation. (Boston: Beacon Press, 1986). h. x
[29]Dr. Paulus Budi Kleden, Dkk. Memecah Kebisuan Agama Mendengar Perempuan
Korban kekerasan Demi Keadilan, Respon Katolik. (Jakarta: Komnas Perempuan,
2009). h.. 44-46
[30]
J. Raymon, Women as Wombs : The New Reproductive Tecnologies an the Struggle
for Women’s Freedom (San Fransisco: Harpres and Co, 1994), h. 145.
[31]
Silvia Federici, Reproduksi dan Perjuangan Feminis dalam Pembagian Kerja
Internasional Baru, (Jakarta: Kalyanamitra, 2000), h. 34.
[32]
Silvia Federici, Reproduksi dan Perjuangan Feminis dalam Pembagian Kerja
Internasional Baru, (Jakarta: Kalyanamitra, 2000), h. 37.
[33]
Silvia Federici. Reproduksi & Perjuangan Feminisme
Dalam Pembagian Kerja Internasional Baru. (Jakarta. Kalyanamitra: 2000). h. 32-33
[34]Dra.
Hj. Mufidah Ch, M.Ag. Psikologi Keluarga
Islam.(Yogyakarta. UIN-MALANG PRESS: 2008). h. 172-174
[35]https://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba
diakses pada 17 September 2015 pukul 11:15
[36]Depdikbud.Kamus Besar Bahasa Indonesia.
(Jakarta:Balai Pustaka, 1990). h. 696
[37]http://www..com/2012/05/pengertian-pornografi.htmldiakses
pada 17 September 2015 pukul 11:15, dalam blog dicantumkan bahwa pengertian
tersebut diambil dari buku Neng Djubaedah (Eds). Yang berjudul “Stop Pornografi Selamatkan Moral Bangsa”
(Jakarta: Citra Pendidikan dan Pengurus Pusat Wanita Islam, 2004), h. 51
Komentar
Posting Komentar