AJARAN HINDU DHARMA DAN BUDHA DARMA TENTANG KETUHANAN



KONSEP KETUHANAN DAN AJARAN  DALAM AGAMA  HINDU
Disusun
Oleh:

Kelompok Lima (5)
Ismail Sholeh             : 1113032100040
Wahid Muhammad    : 1113032100068
Sukmaya                    : 1113032100043
Yudi Attahrim            : 1113032100061
               Usup Mardani             : 11130321000

1)      konsep KeTuhanan

Tuhan Yang Maha Esa Menurut Hindu Dharma
Menurut Hindu Dharma, Tuhan hanya satu. Umat Hindu di Indonesia memberi Dia gelar Sang Hyang Widhi Wasa ‘Widhi’ berarti takdir dan ‘Wasa’ artinya Yang Maha Kuasa. ‘Widhi Wasa’ berarti Yang Maha Kuasa, yang mentakdirkan segala yang ada.
            Dia juga disebut Bhatara Ciwa Pelindung Yang Tertinggi. Banyak gelar lagi yang dipersembahkan oleh umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai Sang Hyang Parameswara raja Termulia, Parama Wicesa, Maha Kuasa, jagat Karana pencita Alam dan lain-lainnya.
Sebagai pencipta Ia bergelar Brahma (Utpatti), dalam aksara Ia disimbolkan dengan huruf ‘A’. Sebagai pemelihara dan pelindung (Sthiti) ia disebut Wisnu dalam aksara disimbolkan huruf ‘U’. Sebagai Tuhan yang mengembalikan segala isi alam kepada suber asalnya (Pralina) Ia bergelar Ciwa; sering juga disebut sebagai Icwara, sibolnya dalam aksara adalah huruf ‘M’.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pustaka suci Weda: “EKAM EVA ADWITYAM BRAHMAN” , artinya: “hanya satu (Ekam Eva) tidak ada duanya Adwityam Hyang Widhi itu itu “EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KACIT” artinya: “hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duathnya”.
2)      Tri Sakti
Gelar Tuhan disebut dengan berbagai nama disebabkan sifat-sifat Sang Hyang Widhi Yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan tiada terbatas. Sedangkan kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas. Rsi-rsi agama Hindu hanya mampu memberi sebutan dengan berbagai nama serta berbagai fungsinya. Yang paling utama ialah TRI SAKTI, yakni:
A.    BRAHMA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pencipta, dalam bahasa sansekerta disebut “UTPATTI”.
B.     WISNU adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pelindung, pemelihara dengan segala kasih-sayangnya. Pelindung dalam bahasa sansekerta disebut “STHITI”.
C.     SIWA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya melebur (pralina) dunia serta isinya dan mengembalikan dalam penyadaran ke asal.
TRI SAKTI ini mencipta, memelihara dan melebur semesta alam. Mereka menguasai ketiga hukum: lahir, hidup, dan mati serta seluruh makhluk, termasuk manusia. untuk dapat meresapkan kemahakuasaan Hyang Widhi ini, agama Hindu memberikan simbol pada kekuatannya dalam ucapan aksara suci “OM”.Perkataan “OM” adalah aksara suci untuk mewujudkan Sang Hyang Widhi dengan ketiga prabawanya, yaitu:
Aksara ‘A’ untuk menyimbolkan BRAHMA , Hyang Widhi dalam prabhawanya Maha Pencipta.
Aksara ‘U’ untuk menyimbolkan WISNU, Hyang Widhi prabhawanya Maha Melindungi.
Aksara ‘M’ untuk menyimbolkan SIWA, Hyang Widhi dalam prabhawanya Maha Pelebur.
Suara ‘A’, ‘U’ dan ‘M’ ditunggalkan menjadi AUM atau OM.3
Dalam Agama Hindu, Sang Hyang Widhi tidak sama dengan Dewa atau Bhatara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang memberi kekuatan suci guna kesempurnaan hidup makhluk. Dewa itu bukan Sang Hyang Widhi Wasa, Ia hanyalah sinarnya.
Kata ‘Dewa’ berasal dari bahasa sansekerta ‘DIV’, artinya Sinar (kata ini menjadi Day dan Divine dalam bahasa inggris). Tegasnya,  Dewa berarti bersinar, sedangkan kata Bhatara adalah prabhawa (manifestasi) kekuatan dari Sang Hyang Widhi untuk memberi perlindungan terhadap ciptaannya.
Kata ‘Bhatara’ berasal dari bahasa sansekerta ‘BHATR’ yang berarti pelindung, antara Dewa dan Bhatara serincg pemakaiannya diartikan sama saja. Umpamanya Dewa Wisnu disebut juga Bhatara Wisnu karena beliau melindungi makhluk semesta.
Tripramana
Agama Hindu mengajarkan teori “TRIPRAMANA” yakni: tiga cara untuk mengetahui benar-benar adanya Tuhan Yang Maha Esa, yaitu dengan cara:
A.    PRATYAKSA PRAMANA ialah dengan cara melihat langsung, mengenal Tuhan Yang Maha Esa hanya orang-orang sangat suci yang mungkin mengetahui Sang Hyang Widhi dengan cara melihat langsung, yaitu dengan cara Pratyaksa pramana.
B.     ANUMANA PRAMANA ialah dengan cara analisa  yang mudah-mudah saja. Umat Hindu percaya bahwa terdapatnya seluruh alam semesta tentu ada yang menciptakan, yanki Sang Hyang Widhi. Apabila manusia mati tentu ada tempatnya bagi atman yang lepas dari badan. Inipun tentu adalah Sang Hyang Widhi.
C.     AGAMA PRAMANA ialah denga cara mempercayai isi pustaka suci Agama Hindu. Umpamanya kitab suci Upanisad menyatakan bahwa Sang Hyang Widhi adalah “telinga dari semua telinga; pikiran dari semua pikiran; ucapan dari segala ucapan; nafas dari segala nafas; mata dari segala mata”, dan lain sebagainya.
Ø  Adanya Sang Hyang Widhi
Maka dari itu, Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa merupakan maha Sempurna dan tidak terbatas, karena itu manusia tidak dapat melihatnya. Walaupun manusia  tidak dapat melihat  Sang Hyang Widhi bukanlah Sang Hyang Widhi tidak ada. Sebagai halnya bintang-bintang di langit, tidak kelihatan pada siang hari tidak berarti bahwa bintang-bintang itu tidak ada atau ada hanya pada waktu malam saja. Justru karena mata manusia tidak mampu menembus sinar mataha;;;ri, maka dari itulah sebabnya tidak dapat melihat bintang-bintang di langit. Akan tetapi bintang-bintang itu tetap ada. Demikian pula lantaran manusia tidak dapat menembus kegelapan jiwanya. Maka tidak dapat pula melihat Sang Hyang Widhi, akan tetapi Sang Hyang Widhi pada hakikatnya tetap ada. Umat beragama yang benar-benar melaksanakan kehidupan suci sesuai dengan petunjuk dan ajaran pustaka suci, niscaya akan melihat Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa dengan terang. Tuhan Yang Maha Esa akan tampil dalam hati-sanubari para umat beragama dan jiwa yang suci lagi murni.
Tidak Berbentuk
Dalam pustaka suci Weda, disebutkan bahwa Sang Hyang Widhi tidak berbentuk, tidak bertangan maupun berkaki, tidak berpancaindra, tetapi beliau dapat mengetahui segala sesuatu yang ada pada makhluk. Lagi pada Hyang Widhi tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang juga bertambah. Tegasnya Sang Hyang Widhi tidak berbentuk tetapi karena kemuliaannya dapat mengambil wujud sesuai dengan keadaan untuk menegakan Dharma. Perwujudan ini dinamakan AWATARA.
Ø  Awatara
Istilah Awatara  adalah perwujudan Sang Hyang Widhi  ke dunia dengan mengambil suatu bentuk yang dengan perbuatan atau ajaran-ajaran sucinya, beri tuntutan untuk membebaskan manusia dari penderitaan dan angkara murka disebabkan kegelapan awidya.
      Pustaka suci Bhagavadgita, Bab IV sloka 7 berbunyi:
      “Manakala Dharma (kebenaran) mulai hilang
      Dan Adharma (kejahatan) mulai merajalela,
      Saat itu, wahai keturunan Brata (arjuna),                                        
      Aku sendiri turun menjelma.
Ternyata apabila dunia dalam penderitaan dan dikuasai Adharma, maka Sang Hyang Widhi turun ke dunia untuk menegakan Dharma. Dalam hal ini, Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa dalam maifestasinya sebagai Wisnu, telah menjelma ke dunia ini sebagai Awatara sebanyak Sembilan kali untuk menjelmakan dan menegakan Dharma. Dalam kitab suci Purana, ada disebutkan DHASA AWATARA (Sepuluh Awatara) sebagai berikut:
  1. MATYSA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi berbentuk ikan besar, telah menyelamatkan manusia dari banjir yang maha besar.
  2. KURMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi sebagai kura-kura raksasa telah menupu dunia ini agar terhindar dari bahaya terbenam.
  3.  WARAHA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi sebagai seekor badak agung yang telah menyelamatkan dunia dan mengait dunia dari bahaya terbenam.
  4. NARASIMBA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi dalam bentuk manusia berkepala samba (singa) telah menyelamatkan dunia dengan mebasmi kekejaman Raja Hirnyakasipu yang terkenal dengan lalim dan selalu menindas Dharma.
  5. WAMANA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai orang kerdil yang berpengengetahuan tinggi dan mulia, telah menyelamatkan dunia dengan mengalahkan Maharaja Bali yang selalu menginjak-injak Dharma dan kedaulatan negara.
  6. PARASHURAMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia bentuk Ramaparashu, yakni Rama yang bersenjata kapak telah menyelamatkan dunia dengan membasmi segenap kesatrya yang menyeleweng dari ajaran Dharma.
  7. RAMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagi Sri Rama, putra raja Dasharatha, telah menyelamatkan duina dengan membasmi Sang Rawana, raja kelaliman dan keangkaramurkaan di negeri Alengka.
  8. KRESNA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai Sri Kresna , raja Dwarawati yang terkenal, telah membasmi raja Kangsa dan jarasada tokoh kelaliman.
  9. BUDDHA AWATARA:  Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai Buddha Gautama, putra raja Sudhodana yang lahir  di kapilavastu, telah menyebarkan Dharma dan memberikan tuntunan kepada manusia untuk mencapai Nirwana.
                       KALKI AWATARA: penjelmaan terakhir Sang Hyang Widhi akan membasmi segala penghianat dan penyeleweng agama. KALKI akan turun ke dunia pada zaman Kali Yuda, yakni zaman memuncaknya pertentangan. Menurut keyakinan umat Hindu, Awatara Kalki itu sekarang amsih belum lahir, namun pasti akan lahir untuk melenyapkan pertentangan-pertentangan keyakinan itu.
Rsi—Acarya/Sulinggih
Disamping Awatara, dalam agama Hindu terdapat pula istilah ‘Rsi’ dan ‘Acarya’. Rsi adalah orang suci yang atas usahanya melakukan tapa yoga, semadi, memiliki kesucian dan dapat menghubungkan dirinya kepada Sang Hyang Widhi dan sudah mencapai moksa, sehingga dapat melihat hal-hal yang lampau (atita), yang sekarang (wartamana) dan yang akan datang (anagata).
Para rsi berkewajiban memelihara, menuntun umat manusia dengan ajaran-ajaran Weda. Awatara berbeda dengan Rsi, sebab yang satu turun dari atas sedangka yang lainnya dari bawah naik ke atas. Acarya berbeda pula dengan Rsi, sebab Rsi sudah melepaskan dir dari ikatan keduniawian, sedangkan Acarya masih belum dapat melepaskan diri dari ikatan keduniawian, ia harus melakukan upacara keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Ajaran Tentang Seembahyang
Berkenaan dengan ajaran mengenai ritual Hindu yang di ajarkan dalam naskah Kusumadewa sesungguhnya tidak terlepas dengan beberapa mantra dan doa suci yang dilafaskan oleh pemanku disatu tempat yang suci sesuai dengan rangkaian dan enis upacara yang dijelaskan didalamnya.
Beberapa hal utama sebagai periapan rituan Hindu yang diajarkan dalam naskah Kusumadewa yakni pentingnya membersihkan sarana atau alat yang digunakan untuk melakukan persembahyangan. Adapun alat tersebut antara lain.
  1. Membersihkan Cablong
  2. Menata tikar
  3. Memetik daun
  4. Memasang caniga
  5. Membersihkan juntandeg
  6. Mengisi juntanddeg air uci
  7. Meenempatan dupa pada bangunan suci
  8. Mengahturkan dupa
  9. Dll.
Sebagai akhir dari semua rangkayan ritual dalam upacara piodalan adalah membagikan air suci atau thirta yang diawali dengan memercikan pada bagian kepala sebanyak tiga kali , air suci ddi minum tiga kali, serta air suci digunakan untuk membersihkan muka sebagai kesucian dan anugrah Ida sang Hyang Widhi Wasa juga dibasuhkn tiga kali padda bagian muka. Terakhir adalah nunas sekar disertai ucapan ‘Ong Kasumaduhadi jaya nama swaha’ yang maknanya anugrah dari sang Hyang widhi wasa.
Waktu berdetik-detik, bermenit-menit berhari-hari, bertahun-tahun, terus berputas di kita semua. Para Rsi kita menyadari bahwa pase-fase waktu tersebut mempengaruhi kekuatan-kekuatan dan energi yang berbeda. Kekuatan-kekuatan itu digambarkan sebagai dewa dan dewi. Mengucapkan doa atau arti pada jam-jam tersebut secara teratur sangat penting karena kekuataan dewa dan dewi pada saat itu sangat senssitif pada jam-jam tersebut. Demikian pula pada jam-jam  untuk kita beraktifitas kehidupan keagaamaan dan spiritual.
  • Memahami filosofi sembahyang
Perseembahyangan daalam agama Hindu yang dianut di Bali merupakan cara-cara melakukan hubungan Atma dengan parama-atma, antara manusia dengan Sang Hyang Widhi serta semua manifestassinya.
  • Arti dan makna seembahyang
Kata “seembahyang” berasal dri bahasa Jawa Kuno. Sembah dalam bahasa jawa kuno berarti “menyayangi, menghormati, memohon, menyerahkan diri dan menyatukan diri. Sedangkan kata Hyang artinya “suci”. Jadi kata seembahyang berarti menyembah yang suci untuk mnyerahkan diri pada yang hakekatnya lebih tinggi. Dalam bahasa yang biasa yang mereka gunakan adalah “yajna/ yadnya”.
Istilah yajna berasal dari akar kata sangsekerta “yaj” berarti menyembah, berdoa, berkorban, beramal dan bekerja sunguh-sungguh. Pada dasarnya yajna bertujuan uuntuk membalas hutang budi kepada Tuhan yang Maha Esa.
Panca yajna ialah lima hal yang dipersembahkan atau pengabdian
  1. Brahman yajna: berbakti pada Tuhan YME
  2. Devaa yajna: berbakti pada Dewata
  3. Pitri yajna: berbakti pada nenek moyang
  4. Nri yajna: sedekah pada yang miskin
  5. Bhuta yajna: memberikan makanan pada binatang
  • Yang boleh di sembah
    • Ida sang Hyang Widhi wasa
    • Para dewa-dewa
    • Para Rsi
    • Leluhur
    • Manusia
    • Bhuta
Arti dan fungsi sarana sembahyang
Melakukan perseembahyangan umumnya umat Hindu Bali menggunakan berbagai sarana untuk memantapkan hatinya dalam melakukan perseembahyangan. Sarana itu ada berupa bunga, buah, daun, api, dan juga thirta.





Komentar